Kamis, 11 April 2013

Kunjungan Ilmiah ke MSA (Monang Sianipar Abadi) Kargo


By Denada Inka Hetyani     


      Kemarin saya dan teman-teman kelas Logistic C mengunjungi MSA (Monang Sianipar Abadi) Kargo dalam rangka kunjungan ilmiah yang diusulkan oleh dosen saya, Pak Didiet Hidayat. Saya mengunjungi kantor pusat MSA kargo yang beralamatkan di Block H5, Soewarna Business Park, Soekarno Hatta Int’l Airport, Cengkareng, Indonesia, Jakarta.

     Di kantor pusat MSA kargo merupakan TPS (Tempat Penimbunan Sementara), tepatnya di lini dua. Perbedaan lini dua dan lini satu adalah kalau lini satu adalah tempat dimana setelah barang turun dari pesawat (misalkan) itu barang mesti diletakan dahulu baru diantarkan ke tempat lini dua dalam penyimpanan yang lebih lama sebelum kemudian diambil oleh konsumen.
      
      Saat kunjungan kemarin, saya bertemu dengan Ibu Maria yang kebetulan alumni STMT Trisakti juga dan beberapa lagi yang saya lupa namanya. Mereka banyak berbagi ilmu dengan kami. Kami sangat antusias saat memasuki gudang. Kami terpisah menjadi beberapa kelompok untuk dijelaskan lebih lanjut di dalam gudang. Alhamdulillah kelompok kami  dapat narasumber yang sangat pandai dan detail.

    Saat memasuki gudang, kami di beritahu bahwa gudang ini memiliki dua kunci, kunci yang pertama dipegang oleh pihak MSA Kargo dan yang satu lagi di pegang oleh pihak Bea Cukai. Tak lama kemudian kebetulan orang berseragam bea cukai lewat. MSA juga berpengawasan Bea Cukai, maksudnya setiap barang yang masuk atau keluar mesti ada pencatatan di pihak Bea Cukai juga. Dan setiap jam 16.30, pintu gudang wajib ditutup dan tidak boleh ada seorang pun yang masuk sampai esok pagi, kecuali terjadi sesuatu hal. Dan proses penutupannya pun harus dilakukan oleh pihak MSA Kargo dan Bea Cukai.

     Gudang MSA kargo sangat luas, kapasitas 600hingga bisa menampung  sampai dengan 900 unit. Saya melihat gudang itu terbagi dalam beberapa sector : A, B, C, D dan selanjutnya. Ternyata tujuannya adalah untuk memudahkan mereka mencari letak barang.
MSA kargo melayani untuk barang-barang packing (Barang yang sudah terbungkus) yang terdiri dari barang :
1. general (umum) seperti garmen, tv, baju, sayur, ikan.  Menurut sumber bapak yang mendampingi kelompok saya saat di gudang, Kalau bentuk ikan atau sayur atau buah itu biasanya langsung ditangani oleh konsumennya sendiri, ya dari pem-packingan atau airlinenya sendiri karena mereka tidak ingin ikan atau sayurnya rusak atau busuk. 

2. Selain general mereka juga melayani DGR (Dangerous Goods Regional) atau barang berbahaya, misalnya chemistry goods. Dangerous regional teridiri dari 1 sampai 9 kelas. Ternyata barang general tertentu juga bisa jadi barang dangerous kalau dalam jumlah yang banyak. Kadang kala bungkus barang itu tidak menyertakan detail dari bahaya dari barang tersebut.

      MSA Kargo sangat total dalam melayani pelanggannya. Mereka menyediakan jasa tambahan untuk pelanggan mereka, jika di tempat penyedia jasa lain mungkin alat-alat seperti forklift dapat di pakai dengan menyewa, namun di MSA kargo dapat di pakai dengan gratis. MSA kargo juga menjalin hubungan vendor (rekanan) dengan beberapa perusahaan. Misalnya, penyewaan truck mereka gotong royong dengan beberapa perusahaan sehingga dapat menghemat cost, kemudian ternyata barang yang disimpan itu tidak hanya milik dari MSA kargo saja, kami tintunjuki contoh barang milik DHL yang ada digudang MSA kargo.
      
        Selanjutnya, kita masuk ke proses penyimpanan barang. Untuk penyimpanan harus di saksikan oleh pihak bea cukai. Berikut berkas-berkas yang dilampirkan oleh customer MSA kargo: CIF, PIB, NPWP, dan lain-lain, sedangkan yang dilampirkan untuk bea cukai : surat permohonan PLP, daftar rekapitulasi PLP, tata kerta pengajuan dan pelaksanaan PLP, dll. Kemudian pihak bea cukai akan memeriksa barangnya apakah layak di beri lampu hijau atau merah. Maksudnya lampu hijau berarti barang di perbolehkan masuk gudang dan merah tidak. 

      Perlu diketahui bahwa barang yang masuk tidak selalu mendapat lampu hijau. Misalnya waktu ada kesalah pahaman antar vendor, barang yang sampai di MSA berjumlah 97 sedangkan menurut data yang di singapur ada 100, berarti yang 3 kemana? Itu bukan merupakan kesalahan MSA kargo karena mereka hanya terima apa adanya, lalu misal barang rusak dan perlu diselidiki dari mana asalnya rusak, kalau memang kesalahan dari asalnya mengapa airlines menerima. Atau misalkan bungkusnya sobek, menurut bapak yang di gudang, “asalkan tidak sampai kelihatan atau menembus barang maka tidak apa-apa”. Dan apabila barang itu perlu dipacking lagi, maka MSA kargo bersedia me-repacking. Setiap barang yang dikirim musti ada asuransinya untuk menjamin hal-hal yang tidak diinginkan. 

 Metode pembayaran penyewaan TPS MSA kargo dapat dilakukan dengan kurir atau kargo :
1.       1. Kurir, maksudnya adalah melayani ready for carrier goods, maksudnya barang tidak memerlukan penanganan yang lebih. Misalnya mobil yang sudah jadi. Makin kecil barang maka makin mahal
2.                   2.  Kalau kargo atau forwarder memerlukan penanganan lebih. Makin besar barang makin mahal.

Ada tips, jika barang lebih besar dari 45 kg, maka sebaikanya menggunakan kurir, jika lebih kecil dari 25 kg, maka dapat menggunakan kargo.

        Bentuk pegukuran besar biaya penyewaan barang yaitu bisa dengan berat atau volumenya. Yang diambil adalah nilai yang lebih besar. Jika nilai beratnya lebih besar dari pada volumenya maka yang diambil adalah harga dengan nilai per beratnya, begitu juga kebalikannya jika volumenya lebih besar daripada beratnya maka yang diambil adalah harga dengan nilai per volumenya, contohnya lukisan.

          Tentu jika penyimpanan makin lama maka biayanya makin mahal. Jika barang dalam kurun waktu 60 hari tidak diambil-ambil, maka barang tersebut dalam kuasa pemerintah. Masa tenggang 30 hari kemudian, dalam masa ini pemilik barang masih bisa melakukan pengambilan barang, tentu dengan persetujuan bea cukai. Dan bila 30 hari kemudian barang tidak diambil juga, maka barang tersebut sudah menjadi milik negara. Dalam hal ini tidak ada pihak yang diuntungkan, semuanya rugi. Setelah itu, barang akan dilelang. Jika laku maka akan diserahkan ke pihak yang berminat. Namun, jika tidak laku, maka barang dibuang.

        Ini yang paling penting, ternyata penyimpanan barang di MSA tidak menggunakan barcode, memang di bungkus barang tersebut terlihat banyak tempelan barcode, namun itu bukan barcode dari MSA kargo. Barcode-barcode tersebut berasal dari agen-agen Logistik. Dan kata pendamping kelompok kami di gudang, nah itu bedanya logistic dengan TPS. Kalau logistic sangat detail, diibaratkan sehelai rambut pun ditentukan letaknya, misalkan barang pak irvan menyimpan 5 macam barang, barang–barang tersebut akan berjauhan letaknya sesuai jenisnya. Namun di TPS, barang pak irvan menjadi satu paket, tidak perlu pendetailan karena barang hanya sementara.

Sabtu, 15 Desember 2012


Hi guys. Let me introduce myself. Well, my name is Denada Inka Hetyani. You can call me Dena, Denada, De, Na, Da, Den, Nad, Denah, Denak, Dek, Kak, Mbak, Tante, Ibu (Jangan !!)  Om (Apalagi!!), but sometimes i also “nengok” if you call me “EH”. Well, I live in Jakarta and Bekasi for now. I was born in Jakarta, 16 June 1994. My hobby is writing short story, reading short story, and playing basketball.  I am boys (tomboy). My twitter is @denada_inka ( ini bisa berubah).

I want to tell you little about my biography (Lebay), about My life (masih lebay), ok about myself (good). Actually i don’t know I’m the first child or the second because actually I should be twin. Yes twin. My twin is not as lucky as I am because she/he had been death before she/he was born.

It happened when my father and my mother was riding motorcycle. My mother was pregnant. The motorbike was accidentally hit by a kijang car in front of Metropolitan Mall. Then my father tried to chase the car but it ran fast. My mother was big blooding. Then my twin is not safe but i still because we were in different placenta. And when i was born, my doctor saw that my mother had two placentas, so it means i should be twin.

But I’m grateful not being twin hahaha... because if I’m twin, so there was the other one that had the beautiful face like me hahaha *Kidding. I love my mom so much, she always makes me breakfast every day. I love my father too because he gives me money every month hahaha. I show that by helping my mom clear the bedroom, my bookself. I also always lift the laundry (artinya saya juga selalu mengangkat jemuran).  I love my grandmas and grandpas, although i never see my grandpas. They had been death before I was born.

I want always makes my parent proud of me. Ok let’s talk about my career and my love. Well I was school in Pertiwi kindergarten. I was the most beautiful girl there because my mom always pigtail my hair. Beside that i had a tall body and dark sweet skin hahaha. My face was also still cute. Not like now hahahaha.... Oh ya don’t you believe that my first love is my kindergarten friend?? Hahaha yes my mom taught me how to falling in love hahaha. She always said “whom the guy you love?” i still remember his name. People said that it’s a monkey love, but wait. Monkey? Hello I’m not a monkey Ok.

Then, my next school was Pengasinan 2 elementary school. There, i was still cute. So many guys fell in love with me. And i still remember when the first time i was shot by love. He was my classmate and my neighbourhood too. The boy was quite handsome. Almost all girls love him. Oh my God, hey guys remember we were in elementary class. He came to my house every day to asked homework. Then I started worry why he came to my house every day.

I always go home together with him. While go home we always tell anything. In that time he told that he loved someone in our class, he said the other girl, not me. Then the next day he said that he laid and the true was that he loved me hahaha. He said that he loved me and he wanted me to be his girl. Hahaha I still remember that I still second grade.

In third grade, I had a chair mate. He was handsome and the first rank in my class. Again, every girl felt envy with me because I am his chair mate. I don’t know why he liked seeing me and never let me go out of the chair. Then in 4th grade, there was a boy shoot for a love to me again. Hahaha it’s my second time to be shot. And he was my senior. But I didn’t like him, so I said no.

Oh ya, I always became top ten in the class. I had many friends. My teacher (Ibu Sri Wahyuni) always gives me support. And my mom always courses me since I was child. So when I graduated the school I had greatest score.  And then the most happiness is when I pass the exam to enter 16 Junior high school by my own sweat, when many of my friends cried because they didn’t pass. 16 was the most favourite school in my town.

Well, the next school is 16 junior high school. Ok once more boy love me. He was three years older than me. He was handsome. He had red hair and bright skin. He has brown eyes.  I like him too so much. But he never asked me to be his girl. All of his books was written by my name. He is good in making gravity. He’s my neighbour too.

And then my story is not good anymore. I had a problem with a girl. So that, I never like girls unless my friends. Although I am a girl. In Junior high school I started have a boy. Once more I tell you that I’m never flirtatious with a boy. I’m boys (tomboy). Almost of all boys liked be because we had known each other for long time.

My life was more colourful in this level. My career was down. I felt I almost give up. But I said in my heart that I may not give up. I started course in Lia until I have best friend, Rara. We had graduated from Lia. We had two friend boys. They are Satria and Mario. We still keep in touch until now. Now she has been in University of Indonesia.

I ever won Third winner in comic speech bubble competition in Lia. I never imagine that. Hahaha and you know, That time also there’s a announcement about our passing level. And my partner in that competition was failed. So, she felt sad along the competition, while we had to make funny story.

When I was 13 Senior High school, I’m back. I become diligent to study every day. I also always include in top ten students. The most lessons I like was biology. I think biology is interesting. It is about our daily.  I think my biology score was the best in my class, so my teacher include me to follow science Olympiad selection. And thank God I became the first winner hahaha. Since that, my teacher includes me to follow Olympiad in my town. But I was failed, I think I have to more study. But biology is still number one in my heart.
I also ever felt in love, the real felt in love with that boy.  he's cute. we're never in one class. but maybe God had a plan in it so we can met each other. we watch movie together. we study together. we sms each other. then we broke up. until now I can forget him.

When I was 3rd, I was confused what university should I enter. My mom always said that don’t worry about the collage, the most important is not the collage but the major, but I don’t care. Almost one million my mom had given to me look for the college I’m suit.

And finally I met some that graduated ITB. Now, he was only a street vendor. Since that, I realize, no matter what college you choose, the most important is the major. I failed My SNMPTN undangan because of my egoism too. My mother asked me to choose college that near house, it means still in Jakarta. But I still choose out site. And then I failed.

I cried there, almost frustrated. My mom tried to silence me. Then I regret what I’ve done. I’m trying a SNMPTN tertulis. Then I pass snmptn, Alhamdulillah ya Allah. While I also pass the test of full scholarship in stmt Trisakti. Wow, it was hard choice. Then I choose the full Trisakti scholarship. Alhamdulillah, now I study in STMT Trisakti, the best college I’ve ever study in hehehehe. Hopefully, I can get big IP, can keep the scholarship, and become successful guy, Amin...

Jumat, 14 Desember 2012


cerpen 2
Maaf Dari Bandung



Rumah Bintang, pukul 19.00
Kring...kring...kring suara ponsel Ramadhan berbunyi. Bintang sudah mencoba berkali-kali menelpon Ramadhan, tapi sayang tidak ada seorang pun yang mengangkat. Ramadhan lupa membawa ponsel. Lima menit kemudian Bintang mencoba menelpon lagi. Berharap kali ini ada seseorang yang mengangkat telepon sekalipun itu bukan Ramadhan. Ternyata yang mengangkat telepon adalah tantenya Ramadhan.
“Assalamualaikum,” dengan nada yang gugup dan tubuh yang bergetar  Bintang menyapa seseorang dalam teleponnya, mengira itu adalah Ramadhan.
“Waalaikumsalam,” suara lembut dari balik telepon menyapa Bintang seolah membawa Bintang hadir didekatnya. “Ini Bintang yah ? saya tantenya Ramadhan. Pasti bintang mau cari Ramadhan yah ?”
“Lho, kok tante tau nama aku ?” Bintang mengangkat alisnya tinggi-tinggi, rasa gugup Bintang kini hilang dan berubah menjadi rasa tanya yang penuh.
“Hahaha.... Bintang... Bintang.... kan ada di kontak handphonenya Ramadhan,” jawab tantenya sekaligus mengakhiri pecakapan secara sepihak. Dari situ Bintang jadi makin penasaran akan keberadaan Ramadhan.
 
Ramadhan... Ramadhan... dimana sih kamu...
 
Sudah hampir enam pekan Ramadhan menghilang tanpa kabar, dan hampir enam pekan pula Ramadhan  tidak masuk sekolah. Entah apa penyebabnya Ramadhan menghilang tanpa kabar. Bahkan Bintang dan Friztka, teman terdekat Ramadhan pun tidak mengetahui keberadaan Ramadhan.
Terakhir kali Bu Wahyu, wali kelas Ramadhan melihat Ia pulang bersama Bintang. Namun, saat Bintang ditanya apakah Bintang meninggalkan pesan sebelum Ia pergi, Bintang menjawab tidak. Seluruh teman sekelas ramadhan juga sudah mencoba mencari informasi, Namun tak satu pun mendapat jawaban pasti. HP Ramadhan masih aktif ditelepon, namun tak satu pun telepon itu terjawab. Sebab itu bu Wahyu lalu menyuruh Bintang menelpon Ramadhan kembali.
Kabar terakhir didengar adalah kepergian ayahanda dari Ramadhan ke Rahmatullah. Bu Wahyu lalu menghampiri rumah Ramadhan.Bu Wahyu mencoba memasuki pertanyaan seputar Ramadhan kepada Ibunda Ramadhan, namun Ibunda Ramadhan masih bunkam seribu bahasa. Namun Bu Wahyu masih berpositif thingking. Bu Wahyu pikir mungkin Ibunda Ramadhan masih berkabung duka sehingga masih butuh waktu untuk mengingatkannya pada hal itu.
 


***

 

Rumah Ramadhan, pukul 19.00

Lima hari sudah semenjak kepergian ayahanda Ramadhan ke sisi-Nya. Walau pun suasana rumah masih terselimuti keadaan berkabung duka, Bu Wahyu tidak mau menunda-nunda waktu. beliau tidak mau terlalu lama menunggu informasi yang tak pasti. Kali ini beliau bertekat harus mendapatkan titik terang hari itu juga. Walaupun bukan Ibu kandung, namun sebagai Walikelas hati kecil Bu Wahyu merasa meliliki tanggung jawab dan sayang pada semua anak muridnya.  Bu Wahyu Sepulang mengajar langsung menuju rumah Ramadhan.

Bu Wahyu memasuki rumah Ramadhan sambil berharap kali ini sang narasumber utama, Ibunda Ramadhan, sudah melepas masa kabungnya dan memberi sedikit informasi tentang hilangnya Ramadhan. Walau pun rasa lelah menyelimuti tubuh Bu Wahyu seolah mengajaknya untuk menyerah, tetapi karena semangat dan rasa sayang sang wali kelas terhadap anak muridnya, Bu Wahyu menghiraukan rasa lelah tersebut.

“Ini semua salah saya,” perkataan yang mencengangkan datang dari mulut ibunda Ramadhan. “Kalau saja saya teh tidak melakukan hal bodoh itu, semua teh tidak akan jadi begini,” perkataan tersebut akhirnya terlontar setelah dua jam Bu Wahyu dan ibunda Ramadhan berbincang-bincang. Bu Wahyu memang sengaja membuat ibunda Ramadhan membuka mulut dengan mengolah obrolan perlahan-lahan menuju target utama.

“Maaf bu, saya kurang mengerti maksud ibu.”

“Hhhaaah,” sambil menghela nafas. “Jadi dulu di Bandung sebelum kami pindah ke Bekasi. Ramadhan punya temen dekat. Ia anak baru dari Jakarta namina teh Raka, ia anaknya nakal pisan, tapi bukan ieu masalahnya. Ia seorang pemakai dan pergaulannya bebas, terus lama-lama ayahnya tahu dan melarang mereka berteman dan mengajak pindah rumah.

“Oh begitu, lalu ?”

“Ramadhan bilang ia tidak akan terpengaruh dan Raka tidak akan memepengaruhinya karena Raka sudah berjanji. Kelihatannya juga hidupnya Ramadhan jadi lebih bahagia semenjak kenal Raka."

Raka memang berbeda dengan orang lainnya. Raka senang memakai barang haram itu tapi hanya untuk mengenang kekasih lamanya yang meninggal karena over dosis barang haram itu. Raka suka menceritakan Ramadhan cerita-cerita yang mengandung pelajaran tentang hidup dan hal itu telah merubah hidup Ramadhan yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka pada siapa saja. Raka tidak pernah mengajak Ramadhan memakai barang haram tersebut. pernah sesekali Ramadhan mengajak bercanda dengan meminta sedikit barang haram itu ada di tubuhnya, Raka langsung marah-marah dan menamparnya.

“Lalu adakah hubungan Raka dengan hilangnya Ramadhan ?”

“Sebenarnya saya, iya saya yang menyuruh Ramadhan pergi. Jadi tiga hari hari sebelum hari sabtu, hari terakhir Ramadhan berada di rumah. Ia bertengkar hebat dengan ayahnya. Saya mencoba melerai mereka. Kemudian saya ajak Ramadhan bicara dan menjelaskan semuanya. Saya percaya pada Ramadhan, lalu muncul ide. Saya beri ia uang dan pembekalan lainnya untuk ia balik ke Bandung tanpa sepengetahuan ayahnya.”

“Ia benar-benar merasakan konflik batin yang berat, lalu ?”

“Saya antar ia ke terminal bus menuju Bandung. Saya ingat kata terakhir yang ia ucapkan. Ma.. sampeinkan maafku sama papa yah. Ma.. aku janji aku nggak akan pernah ngecewain mama. Di rumah saya lihat ponselnya tertinggal dan saya suruh tentenya dari Bandung mengantarkan ponsel itu beberapa hari yang lalu.”

“Jadi Ramadhan ada di rumah tantenya ?”

“Bukan, ia ngekos.”

“Oh..., oh ya maaf boleh saya tahu penyebab ayahnya Ramadhan... meninggal dunia?”

“Ia memang punya penyakit jantung. Semenjak kepergian Ramadhan, Ayahnya jadi murung terus. karna saya tidak tega, jadi saya ceritakan semuanya pada Ayahnya, tapi bukannya membaik malah ia harus di bawa ke rumah sakit. Kejadian itu terasa sangat cepat, mungkin karena stres yang berkepanjangan.”

 

***

 

Ruang guru, keesokan harinya

“Assalamualaikum , Bu Wahyu semalam saya sudah coba telepon hapenya Ramadhan tapi yang angkat tentenya.”

“Iya ibu tahu hapenya ada di tantenya, oh ya semalam ibu juga sudah ke rumah Ramadhan. Ibunya Ramadhan juga sudah menceritakan semuanya. Nanti ibu mau hari Minggu kamu dan Friztka ikut ibu ke Bandung ke tempat Ramadhan.”

“Jadi Ibu sudah tahu keberadaan Ramadhan ?” senangnya Bintang mendengar hal tersebut. Bu Wahyu mengangguk. Tanpa sadar Bintang dan Friztka langsung memeluk bu Wahyu. “Alhamdulillah.”

 

***

 

Bandung, Hari Minggu

Bu Wahyu, Bintang, dan Friztka pergi ke kediaman Ramadhan. Sampai di depan pintu kos-kosan Ramadhan mereka mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban. sebenarnya dari kejauhan Ramadhan mengawasi mereka bertiga. Sejak mereka turun dari angkutan umum di seberang jalan Ramadhan sudah membututi mereka bertiga. Perlahan-lahan kaki Ramadhan melangkah agar mereka tidak curiga. Sesekali mereka curiga ada seseorang membuntuti mereka dan menoleh kebelakang, namun kemudian mereka abaikan pikian itu dan melanjutkan perjalanan. Tidak ingin lama-lama keberadaanya diketahui orang lain kecuali keluargannya Ramadhan bergegas pergi.

Bu Wahyu mencoba menelpon tante Ramadhan tapi ternyata ponselnya tidak mendapat sinyal. Mereka menunggu Ramadhan seharian di kos-kosan yang bisa dibilang sepi pengunjung dan jauh dari keramaian, berharap Ramadhan akan datang. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Bekasi.

Ketika di perjalanan menuju Bekasi, Bintang mendapat telepon dari Ramadhan. “Hallo, Bintang. Bin, sorry kamu sama bu Wahyu nggak usah repot-repot cari aku lagi yahh.... aku bahagia kok disini jadi kamu nggak usah khawatir yahh....”

“Iya, tapi kenapa?” tanya Bintang yang setengah tidak percaya Ramadhan menelponnya.

“Tenang aja, aku bahagia disini sama Raka sahabat terbaik aku. Bukan berarti kamu bukan sahabat terbaik aku. aku seneng aja sama dia. Dia itu beda, dia nggak pernah minta apa-apa dari aku walau pun dia tahu status aku anak siapa. aku juga udah tahu kok tentang papa aku, sedih sih.. tapi disisi lain aku juga bahagia.”

“Dhan.., Ini bu Wahyu mau ngomoo...”

“Ssssttt... udah nggak usah ngomong.” Ramadhan memotong. “Maaf, maaf, maa...ffff banget aku nggak punya waktu banyak. Salam aja yah.. buat anak-anak, bilang aku senang bisa belajar bareng mereka. Salam juga buat Bu Wahyu, sampein maaf aku udah bikin repot.”

“Tapiii....”

Tut...tut...tut... adalah suara terakhir yang terdengar dari ponsel Bintang. Sejak itu keberadaan Ramadhan makin sulit diketahui. Entah kemana Ramadhan pergi, beberapa kali ada yang memberi informasi tentang keberadaan Ramadhan. ada yang bilang kalau ia ada di tempat tantenya di Dago, di daerah Bandung. Ada juga yang bilang kalau ia ada di daerah pedalaman di Jakarta. Ada juga yang bilang kalau Ramadhan telah tiada. Keberadaan Ramadhan makin hari makin sulit di ketahui. Ia kini tidak pernah terlihat lagi, bahkan oleh keluarganya sendiri.

 

Kamis, 22 November 2012

Cerpen 1
 
PROCRASTINATOR

 

Tringgggg…. Tringgggg.... Tringgggg….

 Dengan berat aku membuka mataku ini. Lalu kutekan tombol ‘tunda’ pada jam alarm di handphone yang berada tepat sebelah kepalaku ini. Kukucek-kucek mataku dan kulihat jam di dinding yang menunjukan pukul 04.30.

Puas-puasin tidur dulu ah.. Hari terakhir libur sekolah nih. Lagian, masih kepagian juga. Azan subuh juga belum berkumandang. Setengah jam lagi bisa kali ya?

***

 

Tringgggg…. Tringgggg…. Tringgggg….

Dengan berat kubuka lagi mataku yang penuh tahi mata ini. Kutekan tombol ‘alarm berhenti’ pada handphone yang sekarang pindah di kakiku ini. Kukucek-kucek mata dan melihat jam di dinding yang menunjukan jarum pendek di angka 5, jarum panjang di angka 12 dan jarum panjang warna merah di angka 5.

Entar dulu ah.. lima menit lagi. Solat subuh juga belum habis kalau ditunda lima menit lagi. Cuma lima menit!

 

***

HHHUUUAAAPPP…. Aku menguap lebar-lebar. Kukucek-kucek mataku dan langsung melihat ke jam dinding. Jam dinding itu berkata bahwa sekarang adalah pukul 09.53. Kukucek-kucek lagi mataku untuk memastikan apakah mataku mulai menghianatiku atau tidak dan kulihat lagi ke arah jam dinding yang sekarang menunjukan pukul 09.54. Masih belum percaya, kukucek-kucek lagi mataku dan kusiram mereka dengan air dari wastafel. Kulihat lagi jam di dinding yang sekarang menunjukan pukul 10.00. Masih belum percaya, kubuka gorden jendela dan kulihat sinar matahari yang sangat menyilaukan mataku itu menunjukan tanda-tanda hari sudah siang, juga kulihat dari balkon depan jandela beberapa anak kecil sedang asik bermain di depan rumahku.

ASTAGHFIRULLAH AL AZIM , udah jam segini aku baru bangun? Berarti aku nggak solat subuh dong? Ya Allah maafkan hambamu ini yang lalai menjalankan perintahmu dan menjauhi laranganmu yang kau telah tuangkan lewat “Assolaatu khairun minan naum.”

Tanggal berapa sih sekarang? Kok, sepertinya aku sial? Tanggal empat? Haha… masih tanggal muda. Biasanya aku tuh sial di tanggal-tanggal tua. Biasanya juga aku sial karena kekurangan uang alias bokek. Tunggu…. Apa tanggal empat? Langsung aku ambil note book yang ada di atas meja sebelah tempat tidurku. Aku buka halaman per halaman tanpa peduli isinya dan bentuk kertasnya sekarang akibat ulah tanganku yang nggak sabar ingin cepat-cepat menuju halaman yang dituju. Mataku mulai mengurutkan bulan dan tanggal. Januari…. Febuari…. Maret…. April…. Mei…. Juni…. Juli…. Agustus…. September…. Dapet! Tanggal 4 September : 1. Dateline cerpen Ayo Nulis. “Tuh kan bener, dateline cerpen. Aduh, mati aku! Aku lupa kalau hari ini adalah hari terakhir ngumpulin cerpen ke ‘Ayo Nulis’.”

Sudah kira-kira setahun aku ikut lomba nulis cerpen bulanan yang diadakan oleh webside ‘Ayo Nulis’. Kalau menang hadianya dapat uang Rp50.000 per lembar cerpennya. Kalau dipikir-pikir Rp50.000 lumayan sih buat makan bakso. Setiap bulannya mereka mengambil sepuluh orang pemenang. Aku sudah tiga kali memenang lomba itu lho. Lomba ini terbuka bagi siapa saja yang mau ikut. Syaratnya hanya dua, yaitu kurang dari dua puluh tahun dan cerpen yang diberikan harus original alias belum pernah ditanyangkan dimana pun. Karena hadiah yang lumayan menggiurkan dan syarat yang diberikan nggak ribet ini menarik hati kita-kita yang masih belasan tahun buat ngirim cerpen. Banyak juga orang dari luar Jawa yang ikut lomba ini lho. Cerpen yang dibuat harus berstampel POS. Jumlah pengirimannya nggak dibatasin, jadi boleh ngirim sebanyak yang kamu punya. Biasanya aku mengirimkan tiga sampai empat cerita untuk antisipasi kalau satu nggak lolos kan masih ada yang lain hehehe…

Kembali ke suasana sedih. Kenapa nggak dari kemarin-kemarin aku buka note book? Kenapa baru hari ini sejak dua minggu yang lalu aku terakhir membukanya? Kalau tahu begini kan, aku bisa antisipasi. Sekarang gimana? Nggak mungkin juga aku ngirim cerpen sekarang. Bikin saja belum, apalagi ngirim. Lagi pula, mengirim lewat POS kan paling nggak butuh waktu seminggu. Benar apa kata pepatah,”Time is money, waktu adalah uang,dan sekarang aku kehilangan kesempatan mendapatkan uang lima puluh ribu rupiah.

Tiba-tiba suara berisik terdengar dan menuntunku untuk berjalan mengarah kasur. Suara itu ternyata lagu Procrastinatornya Sandwich yang berasal dari hanphoneku tanda ada sms masuk.

Drrrttt… drrrttt…. drrrttt… You can count on me drrrttt… drrrttt…. drrrttt… I'm gonna get it done, get it done…..

-Melly-

“Ayu, aku udah di depan rumah kamu. Ayo turun, bukain pintu pager, digembok nih. Oh iya jangan lupa langsung bawa novel aku yang kamu pinjam. Kamu udah hampir dua bulan pinjam novelku. Oh Iya, aku nggak mampir dulu. Aku ikut mama aku ke kantor. Jadi cepetan bukanya, keburu mama aku telat. Aku tunggu.”

-Terkirim-

“Iya baweeellll .”

Melly sms disaat yang tidak tepat, disaat aku lagi stress dan kecewa. Ngomong-ngomong, Melly datangnya cepet banget. Tumben pagi-pagi begini dia udah bangun. Pagi-pagi? Oh iya aku kan bangun udah siang tadi. Aduh, kok jadi pelupa begini sih? Aduh, ada yang nggak beres nih. Sudah berapa kali aku lupa dalam beberapa menit? Ooo… Mungkin karena baru bangun tidur jadi nyawaku belum terkumpul kali ya? Aku juga belum inget banget dimana aku simpan novel itu. Bahkan aku sudah nggak inget sama sekali kapan dan dimana terakhir aku baca novel itu. Sepertinya sudah lama banget aku selesai baca itu novel. Benar-benar belum terkumpul nyawaku.

Kemudian aku mulai mencari-cari dimana novel itu berada. Pertama-tama aku mulai mencari di sekitar kamar. Di rak buku nggak ada, di atas lemari nggak ada, di kolong kasur juga nggak ada. Oh, mungkin di bawah bantal. Ciluk baaa… tidak ada. Dimana dong? Ya ampun, kalau sampe tuh novel hilang bisa-bisa Melly ngomel-ngomel. Membayangkan dia bicara saja sudah ngeri. Tau sendiri dia tuh kalo udah ngomong, sebanyak yang bisa dia ceritakan dan nggak pakai diringkas.

Melly itu orangnya baik, suka member, tapi dia nggak punya kata toleransi dalam kamusnya. Dia sangat konsisten dengan apa yang ia lakukan. Dia akan sangat-sangat benci malahan dendam sama aku kalau memang terbukti novel kesayangannya itu hilang. Apalagi tahu novel itu novel limited edition dan tidak semua orang dapat membeli novel itu. Butuh perjuangan ekstra untuk mendapatkan novel itu.

Aku mencoba mencari lagi di lantai bawah. Di ruang tamu, mudah-mudahan kali ini dewi fortuna memihak. Aku cari di atas kursi, tempat biasanya aku baca novel itu dan nggak ada. Di kolong kursi nggak ada. Aku beralih ke ruang makan. Di meja makan nggak ada. Di tempat cuci piring juga nggak ada. Sampai aku cari ke toilet pun, ternyata juga nggak ada.

 Dimana ya? Berpikir sejenak. Lalu, tiba-tiba ada setitik cahaya terang masuk ke dalam otakku tepatnya masuk kedalam bagian yang bernama korteks prefrontal dorsolateral. Bagian itu adalah bagian dimana terletak daya ingat manusia. Cahanya itu mengingatkan aku sesuatu. Seperti masa lalu yang sangat lampau. Jalannya sangat cepat seperti memutar film dari belakang. Dan akhirnya aku ingat sesuatu. Aku ingat sekarang. Aku ingat kalau waktu itu aku letakkan novel itu di kolong meja sekolah. Terakhir aku baca novel itu pas exscul mading di kelasku tercinta, XII IPA 4, sebelum libur lebaran. Berarti novel itu hilang di sekolah.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku harus ke sekolah? Iya benar ke sekolah. Tapi pasti novel itu sudah hilang. Ya mau gimana lagi, itu usaha terakhir yang bisa aku lakukan.

Aku bisa saja menunda lagi dan bilang ke Melly kalau aku pinjam seminggu lagi. Tetapi, apa jadinya seminggu kemudian aku nggak bisa balikin. Dan aku bisa saja jujur bilang bahwa bukunya hilang. Tetapi bisa dijadiin apa aku di kemudian hari, dendeng kah? Abon kah? Atau kornet kah? Harusnya aku nggak bales SMS dia tadi. Jadi kan seolah-olah aku nggak ada dirumah. Jadi nyesel!

Aduh, gimana nih? Pasti Melly kesal harus nunggu di luar, apalagi mamanya mau cepat-cepat ke kantor. Melly please… jangan SMS dulu. Jangan suruh aku keluar. Kata Mario Teguh, “Menunda sesuatu sama dengan sebenarnya kita menghindari untuk melakukan sesuatu yang kita tunda.” Benar sekali, Mario, kali ini aku menunda-nunda waktu bertemu Melly.

Drrrttt… drrrttt…. drrrttt… You can count on me drrrttt… drrrttt…. drrrttt… I'm gonna get it done, get it done…..

-Melly-

“Yu, lama banget. Ayo keluar! Aku udah lumutan nih. Mama aku juga udah telat. Jangan nunda-nunda begini dong. Eh jangan-jangan novel aku hilang ya? Pokoknya aku nggak mau tahu, kamu harus cari sampai dapat titik. Eh iya bukain pintu dulu, Yu.”

Panjang umur nih anak baru saja dipikirin. Aduh aku nggak bisa ngelak lagi. Nggak mungkin kan aku bukain pintu dulu. Bukain pintu sama saja aku bersedia mandapatkan benjolan-benjolan dan make up warna biru-hitam di daerah wajah dan sekitarnya. Nggak ada yang bisa bantuin aku. Mbok Sum lagi pulang kampung. Mama, Papa dan Dendi adikku juga masih di Solo. Jadi nyesel aku nggak ikut ke Solo. Tahu gini aku ikut mudik ke Solo. Sekalian pindah ke sana.

Apa aku kabur saja untuk selamanya? Tapi gimana kalau Melly laporin aku ke polisi dan aku jadi buronan utama atas kasus hilangnya novel itu. Terus aku dicari-cari dan dilacak keberadaanya. Poster wajahku di tempel di setiap dinding rumah pojokan dan tiang listrik. Hehehe… nggak mungkin, emangnya Nazarudin? Lagian aku bakalan kangen banget sama Mami dan Papiku tercinta.

Terdengar suara lonceng, gantungan yang aku sangkutkan di pagar guna memberi tanda jika ada maling nekat memanjat pagar rumah kami. Ternyata Melly mencoba memanjat pagar rumah. Astaghfirullah, nekat juga tuh anak. Sekarang hanya tinggal meratapi nasib atau kabur lewat pintu belakang. Pilihannya cuma satu dan aku pilih kabur lewat pintu belakang. Sempat aku mengintip jendela rumah sebelum pergi. Terlihat Melly sedang mengetuk-ketuk pintu dengan penuh semangat.

Sekarang aku mau kemana? Aku nggak punya tujuan. Mana masih pakai baju piama begini. Muka masih berminyak. Nggak bawa apa-apa pula. Malangnya nasibmu, nak. Oh iya, tadi kan aku niat ke sekolah nyari novel itu. Aku ke sekolah aja kali ya? Ya Allah kata orang niat yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik juga. Niatku baik ya Allah ingin mencari novel itu. Kalau sudah ketemu akan kukembalikan secepatnya. Bismillahirrahmanirrahim… aku jalan…

Langkah demi langkah aku jalani. Di perjalanan, sambil aku berjalan sambil aku mengingat-ingat kenapa aku bisa dalam masalah begini. Aku ingat-ingat dan akhirnya ingat juga. Berarti nyawaku sudah terkumpul sekarang. Pasti gara-gara cahaya tadi.

Kembali ke ingatan, aku waktu liburan kan niat bikin cerpen, tapi aku males banget karena puasa. Orang puasa kan lemas terus kurang nutrisi jadi buntu deh otaknya nggak bisa berkreasi. Lagian waktu itu kan pikiran libur dua minggu. Banyak waktu buat ngerjain cerpen. Eh malah kebablasan.

Waktu itu juga aku niat mau balikin novel ke Melly sekalian ekskul. Berhubung si Melly nggak dateng, jadi nggak jadi dibalikin, tunggu hari-hari terakhir libur sehabis lebaran saja. Liburan dua minggu banyak waktu tersedia, kalau cuma buat mulangin novel doang sih kecil. Kecil kok malah aku lupain ditinggal di kolong meja? Karena sesuatu yang kecil-kecil inilah yang kadang-kadang dianggap enteng dan akhirnya menimbulkan masalah yang besar. Berarti salah aku juga yang telah menganggap enteng sesuatu.

Intinya aku terkena masalah ini akibat ulahku sendiri yang menunda-nunda waktu. Aku pikir dengan waktu yang cukup lama, DUA MINGGU, aku bisa melakukan banyak hal. Malahan kebalikannya. Kalau diingat-ingat sepertinya hampir seluruh catatan note book aku selama liburan ini aku tunda dan belum ada yang di kerjakan deh. Termasuk PR Bahasa Indonesia membuat cerpen. Hari ini saja sudah seperti ini, gimana besok?

Tapi kalau dipikir-pikir, bukan sepenuhnya salah aku juga dong. Dua minggu itu kan nggak full libur, seminggu dipakai untuk berkeliling rumah tetangga dan saudara di sekitar Jakarta. Terus kalau malam-malam di bulan Ramadhan kan tarawih dari jam 19.00 sampai jam 21.00. Sehabis tarawih aku ikut tadarusan remaja di masjid sampai jam 22.00. Habis itu aku tidur. Belom lagi kalau sore-sore sebelum azan magrib ada acara kesukaanku yang wajib ditonton. Jadi sepenuhnya bukan salah aku juga kan?

Eh nggak terasa ngelamun ternyata lama juga ya. Tahu-tahu sudah sampai di depan sekolah saja. Jalan kaki seratus meter juga nggak terasa.

Langsung aku tancap lari menuju kelas dimana terakhir aku lihat novel itu. Sampai di depan XII IPA 4, aku menjelajahi kelas mencari-cari bangku yang terakhir kali aku duduki. Yap, pojok kiri nomer tiga dari belakang, bangku kesayangan. Jadi dek-dekkan begini. Mudah mudahan masih ada itu novel di kolong meja. Bismillahirrahmanirrahim… Aku menutup mata. Mari kita hitung sama-sama satu… dua… ti…ga… Aku membuka mata. Kosong?

Mungkin ini memang jalan nasibku dan peringatan dari Allah karena telah melakukan kesalahan besar. Aku tidak memanfaatkan waktu sebaik mungkin. aku menunda-nunda waktu. aku seperti cerita dalam novel yang aku pinjam. Aku jadi seorang procrastinator dalam dua minggu ini. Apa daya aku sekarang. Meratapi nasib seorang diri dikelas dan hanya di temani beberapa murid yang sedang ekskul KIR di kelas sebelah. Benar firman Allah dalam surat Al Ashr,”Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi.” Kalau sudah begini kan aku sudah merugi waktu, tenaga, dan materi.

Ya sudahlah. Ramadhan penuh berkah. Ini pelajaran untukku. Aku harus terima kenyataan dan siap dengan apa yang terjadi selanjunya. Dan aku pulang.

Tunggu… ada kertas? Jorok banget sih buang sampah dikolong meja aku. Pasti anak ekskul nih. Ada bacaannya lagi,”Telah ditemukan novel ‘The Procrastinator : si penunda waktu’ di kolong meja ini, barang siapa yang merasa pernah meletakannya segera hubungi penjaga sekolah. Terimakasih.”

Alhamdulillah Ya Allah. Nggak lagi-lagi deh…